Langsung ke konten utama

Istri Senang, Suami Tenang

Kata istri, 5 tahun lalu saya pernah janji untuk umroh berdua. Saya lupa, mungkin karna dulu saya menggombal. Berpapasan saat ikhtiar (usaha) ngajak Nikah, hahha.

Kalo gak salah emang niatnya mau bulan madu (Umroh) pake duit kotak, tapi pemasukan dan pengeluaran gak balanced rupanya. Planning tools gak sesuai target, wkwkwk.
Istri sabar, suami nyadar.

Tapi nyadar baru 5 tahun kemudian. Sejak akhir tahun kemarin entah kenapa agak melow kalau dengerin kalimat "labaikallahumma labaik, labaikala syari-syarii kalabaik". Dan sampe awal tahun ini makin jadi melownya. 

Motor vario merah jadi saksi saat tetiba suka nangis waktu pulang dr kantor dan keucap lafadz tadi. Gak sengaja, air mata tiba-tiba luntur meluncur dibalik helm. Kalau kata valen jebret, lunturnya membelah lautan (halah). Tapi untungnya kadang nyamar sama air hujan. Hahhaha.

2 tahun terakhir selalu intens minta tolong siapapun yang berangkat umroh untuk minta doa agar bisa bertamu ke baitullah. Yang saya ingat: Mbak Endang, mbak Dian, Ustadz Fauzi, Ustadz Rizky, Maketek sudah saya titipkan doa sejak 2016.

Singkat cerita Akhirnya Allah ijabah.
Penantian 5 tahun, di vonis dengan hanya 5 minggu. Karna saat 5 minggu kemarin ada temen di DD dulu yang nawarin umroh lumayan murah.

Momentum yang pas: pas lagi melow pas ada marketing umroh yg masuk, hahha. Pulang kerumah langsung-lah ambil kalkulator itung-itung sama bini tercintah. 

Masya Allah, galau pas ngitung. Karna angka tabungannya gak sesuai (lagi). Tambel sana sini jadi diskusi hangat malam itu. Bahkan mas kawin si bunda kena ciduk untuk nutupin tambahan beberapa hal. Tapi kemudian sambil mikir, "kapaan yak bisa ganti ntu mas kawin," hehhe.

Setiap kita pasti punya cerita dibalik layar soal panggilan ke baitullah ini. Misal, temen Umroh umi yang sampe jual motornya dan ngangkot kerja setelah pulang umroh. Atau cerita mak indun (nenek di kampung belakang) yang mimpi udah megang kabah dan berwujud beberapa bulan kemudian karna akhirnya berangkat pas dapet sedekah dari majikannya. 

Termasuk saat H-4 keberangkatan kita, ada benjolan di leher ane. Panik, numbuh jendolan sebesar bola pimpong. Asumsi awal gondok, rupanya bukan. Ke dokter lah H-3, rupanya ada kelenjar getah bening. Penyakit yang memicu meninggalnya Almarhum Ayah waktu 23 tahun lalu.

Minta obat agak keras sama dokter, sambil "Lillahin" aja, pasrah. Doa tetep, ngobat lanjut. Di Hari keberangkatan umi turut deg-deg-an, karna sejak merawat ayah sebelum meninggal, beliau agak lumayan tau penyakit ini. Karna itu dikirimlah ramuan ini itu kerumah. :)

Seperti biasa, Allah punya cerita dibalik layar. Pas berangkat masih ada sisa-sisa benjolan. Sampe di Nabawi, langsung di olesin air zam-zam dalam masjid. Ajiiib, belum nyampe 3 jam bener-bener kempes tuh benjol.

Air mata, gak sengaja turun waktu sujud pertama di Masjid Rosul itu. Nabawi, megah dan aromanya yang selalu bikin rindu. Dan saksi perjuangan Rosul beserta para sahabat yang selalu mengingatkan kita untuk taat. Aaahhh, rindunya tiada henti.

Rindu yang sama saat menutup senja dan memandang kabah dari lantai atas. Pun meratap sujud dihadapan Kabah saat shubuh bertabuh. Heem, prosesi ibadah yang tiada duanya.

Maaaaf bangeet, bukan menggurui. Izin menyimpulkan dua kata kunci dari pengalaman singkat kami diatas. Adalah Tulus berdoa dan jangan berhitung soal akhirat

Jangan lelah titip doa dan jangan sungkan berdoa khusyuk pada waktu-waktu yang makbul. Sesungguhnya ibadah paling ringan adalah Doa. Berdoalah apasaja. Karna Tuhanmu menerima juga apa saja, dan dimana saja.

Kemudian jangan berhitung soal akhirat. Karna saat kita membeli urusan akhirat, maka dunia mengikut kemudian. Begitu kata ustadz 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Time to Change

Fokus pada tujuan. Tujuannya terfokus pada manfaat. Manfaatnya tertuju fokus pada Ummat. Mungkin itu yang ada dalam kepala seorang Anies. Sebagai salah satu aktivis di jamannya. Anies bukan sendirian. Banyak sejawat yang sampe hari ini juga masih terus bergerak. Disaat beberapa rekan sejawat terus mengarus di jalur politik, Anies sibuk mengisi diri. Sekolah sampai Luar Negeri. Forum sana sini diikuti. Seminar lokal dan internasional dilakoni. Peserta aktif dan hadir dalam pembicara substantif.  Sebagai satu diantara dari banyak aktivis di jamannya, Anies memang agak aneh dan beda. Saat yang lain mengisi perjuangan di kursi² legislasi, Anies mengisi ruang grassroot mendirikan Indonesia mengajar. Dipaksa anak² muda menyaksikan anak indonesia yang tidak setara terhadap haknya. Agar mereka paham apa masalahnya, bukan melulu masalahnya apa. Salah seorang senior selalu berpesan, memahami masalah adalah setengah jalan untuk menyelesaikan masalah. Anies melakukan itu. Saat sebagian lainnya rek

Rumah Yang Membiru

Nampaknya belum hilang, memori saya beranjak dari kantor buncit awal Februari 2017 silam. Kampus hijau yang membuat saya "terlahir" untuk meneruskan perjuangan, sebagai seorang hamba. 7 tahun yang fantastis dalam fase kehidupan. =============================== Tok tok tok... "Mas Boy, ini laptop dan seluler beserta simcardnya ya. Login dan password sudah saya tuliskan di kertas kecil", ujar Human Resources (HR) Officer Yayasan Sayangi Tunas Cilik (sekarang Save The Children Indonesia). 7 Maret 2017. Satu bulan persis setelah meninggalkan rumah hijau. Setelah mbak HR pergi, saya membatin dalam hati. Keren sekali lembaga ini. Ini adalah poin pertama yang harus saya catat tentang pengelolaan Organisasi international. Cara sederhana lembaga memberi penghargaan kepada staf-nya. Bathin saya kemudian liar, nampaknya 3 tahun disini cukup. Dan saya catat satu per satu pelajaran baiknya sebelum nanti "pulang". 6 bulan kemudian saya tiba di Madrid, Spanyol. Padahal b

Gelanggang Ketenangan Duka Mas Helmi

Seusai membawa ambulans sendiri dari rumah sakit ke rumah duka untuk hantar Almarhum adik kandungnya, mas Helmi menyampaikan ada indikasi malpalraktek di RS daerah Jakarta, tempat adiknya dirawat selama 12 hari. Lembaga Bantuan Hukum Dompet Dhuafa sudah dikontak dan akan bantu advokasi kasus adiknya mas Helmi ini. Terlepas dari itu, Rumah duka ada di gang kecil. Ayahnya yg seorang pedagang buku dan madu sampaikan terima kasih kepada DD. Persepsi muncul saat saya diskusi kecil dengan ayahnya. Dugaan saya, banyak nilai2 filosofis yg ditanamkan kepada anak2nya. Kembali ke Mas Helmi, anak pertama dari empat bersaudara. Baru saja lulus tes magister di Universitas Indonesia. Beliau masuk ke Dompet Dhuafa sebagai Karyawan Project, Asisten Manager Kantor DD Cabang Pembantu Jakarta Utara dan Jakarta Pusat enam bulan lalu. Pagi ini membuat saya tertegun. Diantara huru hara harapan kenaikan gaji dikantor, ada syukur mendalam  bertemu orang seperti mas helmi. Sosok yg penuh kecukupan dan rasa s