Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

RINI

Mas yang namanya masBoy ya? 2013 kalau ndak salah. Perempuan berhijab yang masih kuliah waktu itu. Logatnya sudah kuduga, pasti orang minang. Kemudian kujawab, Iya bener. Kenapa mbak?   Lupa detail apa yang ia bicarakan saat itu. Tapi kuingat sekali ia menawarkan solusi satu hal di CRM. Lama tak bertemu, ntah mengapa akhirnya ia menjadi bagian tim Fundraising. Ramadhan kalau ndak salah. Maklum, ramadhan memang menjadi tempat singgah Dompet Dhuafa untuk anak mahasiswa yang ingin nambah uang jajan. 2015, akhirnya ia resmi kami rekrut. Menjadi bagian tim hebat FR. Menjadi bagian mak Tika untuk FR Infak Tematik. Aktif dengan tawaran-tawaran solusinya tetap ndak hilang. Satu yang saya rindu dari Rini, saat menelfon tantenya dengan bahasa minang. Fasih, minang 'language' yang sudah mulai jarang Umi dendangkan waktu dirumah. Gadis minang yang kuat. Maklum. Seorang Rini yang harus tetap membiayai adiknya yang juga kuliah saat itu. Saya tidak tahu mendalam mengenai o

Istri Senang, Suami Tenang

Kata istri, 5 tahun lalu saya pernah janji untuk umroh berdua. Saya lupa, mungkin karna dulu saya menggombal. Berpapasan saat ikhtiar (usaha) ngajak Nikah, hahha. Kalo gak salah emang niatnya mau bulan madu (Umroh) pake duit kotak, tapi pemasukan dan pengeluaran gak balanced rupanya. Planning tools gak sesuai target, wkwkwk. Istri sabar, suami nyadar. Tapi nyadar baru 5 tahun kemudian. Sejak akhir tahun kemarin entah kenapa agak melow kalau dengerin kalimat "labaikallahumma labaik, labaikala syari-syarii kalabaik". Dan sampe awal tahun ini makin jadi melownya.  Motor vario merah jadi saksi saat tetiba suka nangis waktu pulang dr kantor dan keucap lafadz tadi. Gak sengaja, air mata tiba-tiba luntur meluncur dibalik helm. Kalau kata valen jebret, lunturnya membelah lautan (halah). Tapi untungnya kadang nyamar sama air hujan. Hahhaha. 2 tahun terakhir selalu intens minta tolong siapapun yang berangkat umroh untuk minta doa agar bisa bertamu ke baitullah. Yang s

Semu(a) Semu

Sore jelang buka puasa hari ketiga, duduk berhadapan dengan Umi di meja makan. Berdua saja. Tanpa siapa-siapa. Umi tetap memilih air putih hangat, aku teh manis hangat. Tambahan sajian kurma sukari bawaan dari mekkah kemarin. Tak ada yang mewah jika dengan Umi. Kata Umi sih sederhana, tapi bagiku tetap saja irit menuju pelit. :D Bukan simbol kemewahan makanan, tapi ini soal kemewahan rasa. Anak lelaki kesayangannya, dengan Umi yang dulu perkasa. Duduk berhadapan. Berdua saja. Masih jelang buka puasa, kami diskusi apa saja. Menjadi sahabat curhatnya, tentang apa saja dengan sepekan kemarin. Kadang,  mendebat sedikit soal Jokowi dan Prabowo, atau soal Ahmad Saikhu dan Ridwan Kamil, hahha.  Hingga pada waktunya, azan berkumandan. Berebut kurma menjadi pembuka. Ndak sengaja, diantaranya kuberhenti pada pandangan kulit daging jatuh pada lengannya. Pandangan kedua jatuh pada kulit lehernya yang melambai. Masya Allah, umi tak muda lagi, tak perkasa lagi seperti dulu. Dan kemudian