Langsung ke konten utama

Habiskan butir Nasi Terkahirmu, Nak


"Habiskan butir nasi terakhirmu, nak."  25 tahun lalu nenek selalu ingatkan ini tiap kali ke Jakarta dan menginap dirumah. Dengan bahasa minangnya yang fasih, dan suapan nasi dari tangannya yang renta kepada saya.

Nenek tua kurus, berkain dikepala. Namun rasa sayangnya begitu tulus, seraya rasa cintanya pada cucu. Kata Umi, Etek dan Dusanak semua, saya satu diantara belasan cucunya yang paling disayang. Hehhe.

Namun jika anda meminta saya menggambarkan wajah nenek, memori yang lemah ini tentu tak ingat. Maaf. Pembelaan saya mungkin karna nenek meninggal saat saya usia 5 tahun.

Tapi satu pesan nenek tersisa yang melekat kuat pada alam bawah sadar. "Habiskan butir nasi terakhirmu, Nak. Kalau kau ndak makan, menangislah nasi itu. Kasihan dia ditinggal sendirian".

Sepanjang tahun semasa kecil saya kadang bertanya dalam hati. Apa makna nenek selalu mengingatkan demikian. Warisan pesan "sepele" yang ternyata juga dilakukan umi. Tak pernah tertinggal sebutir nasi pun setiap kali umi makan diatas piringnya.

Tak lekang, setiap ada saudara atau sepupu yang datang kerumah dan nasinya tidak habis, umi pasti marah besar. Untunglah, dua besannya tak demikian.

Bertahan, warisan itu saya jaga dan saya rawat. Saya wariskan pula pada raziq. Jadi teringat, Tiga sahabat kuliah saya dulu juga faham betul. Saat kami makan bersama dan makanan mereka ndak habis, pasti liriknya pada saya.

Sungguh dahsyat filosofi para pendahulu kita. Banyak merangkai kata sederhana yang penuh makna. Makna nasi bukanlah sembarang nasi. Ada titipan pesan syukur diantara butiran nasi tersebut. Setiap butiran merupakan nikmat Allah. Setiap butiran adalah rahmat Illahi. Bayangkan jika ada sebagian saudara kita yang harus menempuh puluhan kilo, atau bekerja jutaan keringat dulu baru mendapatkan sebutir nasi. Lalu, kita tega meninggalkan puluhan butirnya diatas piring luas?

Pantas, nenek selipkan kata "kasihan nasinya kalau tidak dimakan, nak". Kiasan yang Indah Nek, makna saya dalam hati.

Dalam sesi makan malam, kadang saya bergurau dengan istri. Awas bunda ada nasi sisa. Bisa jadi nasi sisanya jadi penghalang kita masuk surga loh.

Resapan usang yang mendalam. Interpretasi terhadap sebutir nasi dan rasa syukur tentu bisa anda terjemahkan masing-masing. Kadang, banyak hal yang menjadikan hati ini untuk gundah dan tidak bersyukur. Atau banyak ujian yang datang menimpa dan membuat semuanya menjadi runyam. Padahal sesungguhnya, ada bagian-bagian kecil disekeliling yang kita lewatkan untuk membuatnya menjadi lebih berkah dan bahagia.

Pesan seorang teman: Jangan lupa bahagia. Karna bahagia diawali dengan rasa syukur :)

24 Maret 2017.
Malam dimana hari Gajian, dan Raziq terlelap untuk siapkan liburannya esok.
Selamat Malam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Time to Change

Fokus pada tujuan. Tujuannya terfokus pada manfaat. Manfaatnya tertuju fokus pada Ummat. Mungkin itu yang ada dalam kepala seorang Anies. Sebagai salah satu aktivis di jamannya. Anies bukan sendirian. Banyak sejawat yang sampe hari ini juga masih terus bergerak. Disaat beberapa rekan sejawat terus mengarus di jalur politik, Anies sibuk mengisi diri. Sekolah sampai Luar Negeri. Forum sana sini diikuti. Seminar lokal dan internasional dilakoni. Peserta aktif dan hadir dalam pembicara substantif.  Sebagai satu diantara dari banyak aktivis di jamannya, Anies memang agak aneh dan beda. Saat yang lain mengisi perjuangan di kursi² legislasi, Anies mengisi ruang grassroot mendirikan Indonesia mengajar. Dipaksa anak² muda menyaksikan anak indonesia yang tidak setara terhadap haknya. Agar mereka paham apa masalahnya, bukan melulu masalahnya apa. Salah seorang senior selalu berpesan, memahami masalah adalah setengah jalan untuk menyelesaikan masalah. Anies melakukan itu. Saat sebagian lainnya rek

Rumah Yang Membiru

Nampaknya belum hilang, memori saya beranjak dari kantor buncit awal Februari 2017 silam. Kampus hijau yang membuat saya "terlahir" untuk meneruskan perjuangan, sebagai seorang hamba. 7 tahun yang fantastis dalam fase kehidupan. =============================== Tok tok tok... "Mas Boy, ini laptop dan seluler beserta simcardnya ya. Login dan password sudah saya tuliskan di kertas kecil", ujar Human Resources (HR) Officer Yayasan Sayangi Tunas Cilik (sekarang Save The Children Indonesia). 7 Maret 2017. Satu bulan persis setelah meninggalkan rumah hijau. Setelah mbak HR pergi, saya membatin dalam hati. Keren sekali lembaga ini. Ini adalah poin pertama yang harus saya catat tentang pengelolaan Organisasi international. Cara sederhana lembaga memberi penghargaan kepada staf-nya. Bathin saya kemudian liar, nampaknya 3 tahun disini cukup. Dan saya catat satu per satu pelajaran baiknya sebelum nanti "pulang". 6 bulan kemudian saya tiba di Madrid, Spanyol. Padahal b

Gelanggang Ketenangan Duka Mas Helmi

Seusai membawa ambulans sendiri dari rumah sakit ke rumah duka untuk hantar Almarhum adik kandungnya, mas Helmi menyampaikan ada indikasi malpalraktek di RS daerah Jakarta, tempat adiknya dirawat selama 12 hari. Lembaga Bantuan Hukum Dompet Dhuafa sudah dikontak dan akan bantu advokasi kasus adiknya mas Helmi ini. Terlepas dari itu, Rumah duka ada di gang kecil. Ayahnya yg seorang pedagang buku dan madu sampaikan terima kasih kepada DD. Persepsi muncul saat saya diskusi kecil dengan ayahnya. Dugaan saya, banyak nilai2 filosofis yg ditanamkan kepada anak2nya. Kembali ke Mas Helmi, anak pertama dari empat bersaudara. Baru saja lulus tes magister di Universitas Indonesia. Beliau masuk ke Dompet Dhuafa sebagai Karyawan Project, Asisten Manager Kantor DD Cabang Pembantu Jakarta Utara dan Jakarta Pusat enam bulan lalu. Pagi ini membuat saya tertegun. Diantara huru hara harapan kenaikan gaji dikantor, ada syukur mendalam  bertemu orang seperti mas helmi. Sosok yg penuh kecukupan dan rasa s