Langsung ke konten utama

Secret in Madrid

Enam hari lima malam, rasanya tak tahan saya berlama-lama di Madrid. Setiap 21 detik berlalu, selalu ada saja gadis spanyol yang hilir mudik di kawasan Grand Avia, Madrid. Hidung mancung, kaki melenggang panjang, dan body aduhai. Ada banyak secret in Madrid sesungguhnya.

Hahha. Tapi maaf. Saya gak akan cerita lebih intim soal Spanyol, perempuan, dan body-nya. Saya juga sudah izin istri untuk bisa berfoto berdua dengan gambar yang anda lihat. Saya lupa namanya. Tapi yang saya ingat, mbak keturunan spanyol ini baik, tidak sombong, dan dengan senang diajak foto.. Hehhe.

PERJALAN SUDAH DIMULAI
Satu hal, tak ada dalam niat dan pikir saya saat pindah ke lembaga baru untuk terbang ke eropa, pun belahan dunia lainnya. Eropa, sesuatu yang sangat jauh dari nalar pikir saya. Bahkan saya ndak berani menghayal untuk menginjak kaki di tanah eropa. Maklum, anak Bekasi yang sampe sekarang pun ngomong bahasa inggris pasti diketawain. Mungkin, kalaupun raziq gedean dikit bakal malu punya abi yang bahasa inggrisnya gak tertata :D

Allah punya semuanya. Termasuk memindahkan saya dari Bekasi ke Madrid. Suatu hal yang sangat kecil bagi-Nya. 

Dua bulan lalu - mas Sigit, pak boss yang menginstruksikan saya untuk ikut dengan beliau ke Madrid. Mengupas aktivitas digital fundraising selama 3 hari. Belasan pembicara global hebat akan berbagi. Digital skillshare judulnya. Belasan perwakilan Cabang Save The Children dari berbagai belahan dunia turut hadir.

BAHASA INGGRIS DAN TAMPARAN
Beberapa bulan kebelakang saya selalu terlibat dengan presentasi dan bule. Kacau, cupu, payah. Estimasi kata yang menggambarkan akan saya dan bicara bahasa inggris. Saya kesusahan untuk bisa berdiskusi intensif dengan Katrhyn, salah seorang head of Fundrasing - regional di Asia Pasific. Pun dengan Anita, ibu asal New Zealand yang bertanggung jawab atas Fundraising di seluruh Asia Pasific. 

Tiga hari di Madrid kemarin betul-betul tamparan berikutnya. Betapa kerdilnya saya. Betapa payahnya saya. Tiga kali masuk les bahasa inggris tapi ndak ada yang selesai. Terakhir ikut di LIA sampe basic 3, akhirnya di DO karna gak naik-naik level.

Tiga hari yang penuh ilmu berlimpah di forum tersebut. Sayang, ndak sepenuhnya saya bisa berinteraksi. Meski intisari dari setiap pembicara saya catat pelan-pelan. Saya hirup dalam-dalam ilmu yang bertebaran. Banyak teman dari eropa hingga meksiko yang seharusnya bisa diajak diskusi dan bertukar pikiran, tapi sayang terbatas dengan keterbatasan saya. 

Keterbatasan yang menghambat, huffff. Apapun, ini jadi momentum penting bagi hidup saya. Teringat saat 7 maret lalu saya masuk Yayasan ini. 2 misi pribadi sederhana, belajar Fundraising lebih dalam dan melancarkan bahasa inggris saya. Meskipun tetap ada misi yang lebih luas, kehadiran saya mampu bermanfaat untuk anak-anak dan dunia yang membutuhkan. Bukankah pekerjaan pegawai NGO memang itu, menghubungkan orang baik kepada orang-orang baik.

BERSYUKUR
Ahh, kata yang terlampau sering saya ucapkan. Maaf, mungkin karena belum ada kata lain selain menggambarkan rasa takjub saya atas nikmat yang Allah berikan. Mas Sigit; boss, rekan kerja, partner makan siang, dan teman sebangku dipesawat hingga 16 jam. Beliau tak pernah komplain dengan keterbatasan saya. Yang ada malah terus memotivasi. Pun dengan orang-orang di sekeliling hari ini. Mbak Evi dan Hana misalkan, selalu meyakinkan saya untuk "bicara saja", karna yang penting "berani" dulu.

Lingkungan kerja baik dengan dikelilingi orang-orang baik. Tak jauh beda dengan teman lama. Itu kenapa pada bagian ini saya kembali memberi sub judul "Bersyukur".

Jadi ingat, rasa syukur semakin menjadi saat berada di lantai 8 Estadio Santiago Bernebau. Rumah besar Cristiano Ronaldo dan teman-teman. Melihat dan merasakan langsung suhu 12 derajat ditengah gemuruh supporter Madridista. Betul memang, saya kurang melirik real madrid fc lagi setelah era mijatovic dan david suker saat saya SMP, tapi tak bisa bohong aura estadio membuat saya merinding kali pertama masuk.

Lebur, lemas, seakan saya ndak bisa membayangkan bagaimana jauh lebih merinding dan tertegunnya saya saat bisa berada didepan kabah bersama istri, insya Allah.

PILIHAN
Zona tak nyaman itu akhirnya saya arungi pelan-pelan. Jika dulu punya 16 tim yang dikelola, maka hari ini seekor semut pun bukan bagian dalam tim saya. Tekanan untuk beradaptasi dengan cepat hampir setiap hari datang. Jika dulu bisa mengambil keputusan seorang diri, sekarang perlu mendalam dan berhati untuk satu keputusan pun. Ketakutan akan bahasa inggris setiap hari menghantui. Wajar, saat hampir setiap waktu berdialog melalui email dengan 3 agency asal belanda dan singapura. Alhasil, perlu waktu bermenit-menit untuk membaca dan mebalas.

Tapi bukan-kah puluhan motivator selalu bilang, keluarlah dari zona nyamanmu. Karna itu yang akan manjagamu untuk tetap tumbuh.

Beberapa teman melontar, enak banget ya sekarang, target lebih kecil dan bisa keluar negeri??
Senyumin aja. Karna saat sendok dan garpu berbunyi apakah tetangga harus tau? At least hari ini saya kembali merasa kerdil. Banyak pembelajaran dan pengalaman yang harus dilewati saat-saat zona tak nyaman ini harus dilewati. Layaknya saya perlu waktu 3 tahun untuk merasa intim dengan lembaga yang lama.

Karna, "Segala sesuatu ada saatnya". Suka sekali dengan kalimat ini. Karna kalimat tadi yang mengajarkan bahwa ada pelangi setelah hujan. Selalu ada hal baik setelah melewati hal yang penuh tantangan.

Kapanpun, dimanapun, jangan berhenti belajar guys. Dalam keadaan apapun, kondisi nyaman ataupun situasi sulit, khitahnya ada ilmu baru yang didapat setelahnya.



Jumat menuju Sabtu, 6-7 Oktober 2017
Diatas langit Qatar Menuju Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Time to Change

Fokus pada tujuan. Tujuannya terfokus pada manfaat. Manfaatnya tertuju fokus pada Ummat. Mungkin itu yang ada dalam kepala seorang Anies. Sebagai salah satu aktivis di jamannya. Anies bukan sendirian. Banyak sejawat yang sampe hari ini juga masih terus bergerak. Disaat beberapa rekan sejawat terus mengarus di jalur politik, Anies sibuk mengisi diri. Sekolah sampai Luar Negeri. Forum sana sini diikuti. Seminar lokal dan internasional dilakoni. Peserta aktif dan hadir dalam pembicara substantif.  Sebagai satu diantara dari banyak aktivis di jamannya, Anies memang agak aneh dan beda. Saat yang lain mengisi perjuangan di kursi² legislasi, Anies mengisi ruang grassroot mendirikan Indonesia mengajar. Dipaksa anak² muda menyaksikan anak indonesia yang tidak setara terhadap haknya. Agar mereka paham apa masalahnya, bukan melulu masalahnya apa. Salah seorang senior selalu berpesan, memahami masalah adalah setengah jalan untuk menyelesaikan masalah. Anies melakukan itu. Saat sebagian lainnya rek

Rumah Yang Membiru

Nampaknya belum hilang, memori saya beranjak dari kantor buncit awal Februari 2017 silam. Kampus hijau yang membuat saya "terlahir" untuk meneruskan perjuangan, sebagai seorang hamba. 7 tahun yang fantastis dalam fase kehidupan. =============================== Tok tok tok... "Mas Boy, ini laptop dan seluler beserta simcardnya ya. Login dan password sudah saya tuliskan di kertas kecil", ujar Human Resources (HR) Officer Yayasan Sayangi Tunas Cilik (sekarang Save The Children Indonesia). 7 Maret 2017. Satu bulan persis setelah meninggalkan rumah hijau. Setelah mbak HR pergi, saya membatin dalam hati. Keren sekali lembaga ini. Ini adalah poin pertama yang harus saya catat tentang pengelolaan Organisasi international. Cara sederhana lembaga memberi penghargaan kepada staf-nya. Bathin saya kemudian liar, nampaknya 3 tahun disini cukup. Dan saya catat satu per satu pelajaran baiknya sebelum nanti "pulang". 6 bulan kemudian saya tiba di Madrid, Spanyol. Padahal b

Gelanggang Ketenangan Duka Mas Helmi

Seusai membawa ambulans sendiri dari rumah sakit ke rumah duka untuk hantar Almarhum adik kandungnya, mas Helmi menyampaikan ada indikasi malpalraktek di RS daerah Jakarta, tempat adiknya dirawat selama 12 hari. Lembaga Bantuan Hukum Dompet Dhuafa sudah dikontak dan akan bantu advokasi kasus adiknya mas Helmi ini. Terlepas dari itu, Rumah duka ada di gang kecil. Ayahnya yg seorang pedagang buku dan madu sampaikan terima kasih kepada DD. Persepsi muncul saat saya diskusi kecil dengan ayahnya. Dugaan saya, banyak nilai2 filosofis yg ditanamkan kepada anak2nya. Kembali ke Mas Helmi, anak pertama dari empat bersaudara. Baru saja lulus tes magister di Universitas Indonesia. Beliau masuk ke Dompet Dhuafa sebagai Karyawan Project, Asisten Manager Kantor DD Cabang Pembantu Jakarta Utara dan Jakarta Pusat enam bulan lalu. Pagi ini membuat saya tertegun. Diantara huru hara harapan kenaikan gaji dikantor, ada syukur mendalam  bertemu orang seperti mas helmi. Sosok yg penuh kecukupan dan rasa s