Langsung ke konten utama

Bulu Kuduk Berdiri karna Si Ojek Online

Tidak sampai seminggu, pengungsi menginjak angka 6000an, 34 jiwa dinyatakan meninggal, belum lagi korban dan kerugian lainnya. Garut di September yang membuat duka.

Lepas 3 hari bencana, kang Asep - salah seorang komandan Disaster Management Centre DD mengabarkan. Beberapa komunitas ojek online minta ketemu malam ini (23/9) di bulungan, Blok M. Bersyukur mas Riandi, mas Eko, dan mas Kholid Manager Area wilayah Jabodetabek menyempatkan hadir menjemput niat baik.

Keesokan hari tetiba saya diundang dalam grup Whatsapp "Pray For Garut". "Haduuh, grup apalagi inih". Gumam saya yg merasa hp semakin berat karna grup anu itu.

Semua saling menyapa dan saling kenalkan diri. Rupanya, gabungan ojek online (gojek, grabbike, dan uber) dari berbagai wilayah di Jabodetabek.

Tidak pernah lepas satu chat pun yg terlewat. Satu per satu saya pelajari karakter rekan2 tersebut. Ada yang curhat soal hitungan pendapatan, pun ada yg apatis tetiba left dari grup. Meski tidak sedikit yang tetap bergerak galang donasi sisir wilayah Ibukota untuk satu tujuan, bantu korban Garut.

Hari ini (8/10), seisi grup terseleksi karna niat. Dari puluhan yang ada didalam, tersisa 16 driver yang bergerak tulus ke Garut. Tim dipecah menjadi dua bagian. Sama2 membangun MCK yg ada di 2 desa. Koordinator tetap dikelola sahabat DMC Dompet Dhuafa.

Di saat Puluhan ribu driver Online lain beradu asap dan aspal demi sesuap nasi, 16 driver ini beradu tanah becek dan tanah demi sebuah Surga kalau versi saya. Bulu kuduk saya berdiri. Sesaat menatap 3 hari penuh ikhlas dari mereka. Terbesit malu, kalau saya bukan pegiat sosial,, mampukah saya begini ?!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Time to Change

Fokus pada tujuan. Tujuannya terfokus pada manfaat. Manfaatnya tertuju fokus pada Ummat. Mungkin itu yang ada dalam kepala seorang Anies. Sebagai salah satu aktivis di jamannya. Anies bukan sendirian. Banyak sejawat yang sampe hari ini juga masih terus bergerak. Disaat beberapa rekan sejawat terus mengarus di jalur politik, Anies sibuk mengisi diri. Sekolah sampai Luar Negeri. Forum sana sini diikuti. Seminar lokal dan internasional dilakoni. Peserta aktif dan hadir dalam pembicara substantif.  Sebagai satu diantara dari banyak aktivis di jamannya, Anies memang agak aneh dan beda. Saat yang lain mengisi perjuangan di kursi² legislasi, Anies mengisi ruang grassroot mendirikan Indonesia mengajar. Dipaksa anak² muda menyaksikan anak indonesia yang tidak setara terhadap haknya. Agar mereka paham apa masalahnya, bukan melulu masalahnya apa. Salah seorang senior selalu berpesan, memahami masalah adalah setengah jalan untuk menyelesaikan masalah. Anies melakukan itu. Saat sebagian lainnya rek

Rumah Yang Membiru

Nampaknya belum hilang, memori saya beranjak dari kantor buncit awal Februari 2017 silam. Kampus hijau yang membuat saya "terlahir" untuk meneruskan perjuangan, sebagai seorang hamba. 7 tahun yang fantastis dalam fase kehidupan. =============================== Tok tok tok... "Mas Boy, ini laptop dan seluler beserta simcardnya ya. Login dan password sudah saya tuliskan di kertas kecil", ujar Human Resources (HR) Officer Yayasan Sayangi Tunas Cilik (sekarang Save The Children Indonesia). 7 Maret 2017. Satu bulan persis setelah meninggalkan rumah hijau. Setelah mbak HR pergi, saya membatin dalam hati. Keren sekali lembaga ini. Ini adalah poin pertama yang harus saya catat tentang pengelolaan Organisasi international. Cara sederhana lembaga memberi penghargaan kepada staf-nya. Bathin saya kemudian liar, nampaknya 3 tahun disini cukup. Dan saya catat satu per satu pelajaran baiknya sebelum nanti "pulang". 6 bulan kemudian saya tiba di Madrid, Spanyol. Padahal b

Gelanggang Ketenangan Duka Mas Helmi

Seusai membawa ambulans sendiri dari rumah sakit ke rumah duka untuk hantar Almarhum adik kandungnya, mas Helmi menyampaikan ada indikasi malpalraktek di RS daerah Jakarta, tempat adiknya dirawat selama 12 hari. Lembaga Bantuan Hukum Dompet Dhuafa sudah dikontak dan akan bantu advokasi kasus adiknya mas Helmi ini. Terlepas dari itu, Rumah duka ada di gang kecil. Ayahnya yg seorang pedagang buku dan madu sampaikan terima kasih kepada DD. Persepsi muncul saat saya diskusi kecil dengan ayahnya. Dugaan saya, banyak nilai2 filosofis yg ditanamkan kepada anak2nya. Kembali ke Mas Helmi, anak pertama dari empat bersaudara. Baru saja lulus tes magister di Universitas Indonesia. Beliau masuk ke Dompet Dhuafa sebagai Karyawan Project, Asisten Manager Kantor DD Cabang Pembantu Jakarta Utara dan Jakarta Pusat enam bulan lalu. Pagi ini membuat saya tertegun. Diantara huru hara harapan kenaikan gaji dikantor, ada syukur mendalam  bertemu orang seperti mas helmi. Sosok yg penuh kecukupan dan rasa s