Langsung ke konten utama

Ahad bersama Abi

"Ririeeeez, ibonk, ayo jalan pagi. Kita ke pasar. Sekalian ririez biar dapet jalan pagi. Bagus untuk persalinan kamu nanti",  pagi itu pkl. 05.40 wib. Teriak umi dari balik pintu kamar.

Di saat yang bersamaan, jalanan riuh warna bendera merah putih. Maklumlah, Republik Indonesia sedang milad ke 69 rupanya.

Durasi berkilo-kilo meter antara Jatibening dan Istana Merdeka, dengan keriuhan yang berbeda. Di istana sudah barang tentu komandan upacara berpakaian putih wangi dengan segala entitasnya. Dan kami, (Umi - aku - istriku) berkaos oblong jalan pagi ke pasar.

Belum genap 9 bulan istriku (ririez, red) mengandung, estimasi dokter sih sekitar tgl 21 agustus, bayi dalam rahim akan tampak ke dunia. Tentu dengan izin Allah. Kabar itu kami terima kemarin (sabtu, 16 agustus 2014) dari dokter Wulandari. Dokter tambun yang pasiennya bejibun.

Berbagai seremonial agar niatan istriku bisa lahir normal dilakukan. Sejak pekan kemarin, sesekali Ririez mengepel lantai dengan tangan dan sambil jongkok. Saran dokter dan para petuah, ngepel lantai sambil jongkok bagian cara terampuh utk melahirkan dengan normal. Bulan lalu ririez jg sudah mulai senam bola besar. Bola besar warisan dari uni. Lumayanlah gratisan, hehehe. So far hingga kemarin check up, dokter Wulan masih optimis ririez bisa lahir normal, yaa semogalah.

Lepas dari pasar, sekitar jam setengah8  kami kembali tiba dirumah. Tidak ada yang menarik hingga Pkl. 11.30 wib jelang dzuhur, ririez inisiatif untuk kembali ngepel dengan jongkok. 1 jam berikutnya lepas sholat, ririez merasa ada cairan keluar. Bukan merehat, ririez melanjutkan "rit" terakhirnya untuk mengepel.

Selang 30 menit, istriku mulai merasakan kontraksi "palsu" dalam istilahnya. Sembari hp ditangan untuk meminta pantauan dari siska, sepupu ririez yang seorang bidan. Beberapa kali ririez mengeluh sakit, berselang sakitnya berhenti.

Hingga kami memutuskan pkl. 17.00 wib beranjak ke Rumah sakit. Setibanya, satu tempat tidur di UGD persalinan disiapkan para suster.

Masya Allah. Rintihan datang setiap lima menit sejak pukul 7 malam. Baru kali itu aku lihat istri menggenggam tangan sekuat tenaga sembari menahan sakitnya. Durasi 3 jam sejak kedatangan kerumah sakit kami habiskan dengan rentetan kesakitan. Sembari umi terus berdzikir dari luar.

Pkl. 20.42 wib para suster memutuskan utk pindahkan ririez ke ruang operasi. Subhanallah, dokter wulan yang biasanya sangat padat tetiba datang untuk memegang sendiri pasiennya.

"udah waktunya nih bu. Siap2 ya sambil dzikir terus. Nanti ikuti aba2 saya. Bapak mau didalam atau diluar?" tanya dokter wulan sebelum memulai ritual.

"saya didalem aja dok", jawabku dengan reaktif. Tak ada keraguan bagiku utk saksikan salah satu bagian kuasa Allah, melihat istriku melahirkan. Diluar, mertua dan jajaran keluarga ririez sudah landing pula didepan pintu. Mam ririez segera masuk, ikut dampingi.

Tepat tiga kali ancang, tepat pkl. 21.11 wib ada makhluk ciptaan Allah muncul dari rahim istriku dengan lumuran darah. Subhanallah, Allahu Akbar. Tertegun sesaat, seakan kulafadzkan kebesaranNya. Istriku lemas berucap syukur. Kucium keningnya dalaaam sekali.. Seakan kuberjanji akan mencintainya sampai kapanpun.

Usai dibersihkan hamparan darah pada dinding2 kulit anakku, segera ku kumandankan adzan pada telinga kanannya.

Tanpa sadar, 17 Agustus saat itu. 2014,  atau 69 tahun Indonesia Merdeka. Istriku melahirkan dengan normal. Kudatangi ruang perawatan di Ahad malam nan syahdu. Menangis sesekali bayi kecil itu. Kemudian kubisiki kupingnya, kau bersamaku nak. Bersama Abi disini.

Nama yang sudah kami siapkan, kami rubah sedikit. Ada momentum hari kemerdekaan yang baik untuk kami selipkan. Dan pada akhirnya, Raziq "Askari" Hanan. (Anak yang murah rizkinya, dan tentara yang dikasihi Allah) bagian dari maksud nama tersebut. Aamiin

Hari ini, Ahad. 17 Juli 2016.  Tepat Satu bulan jelang Raziq berusia 2 tahun. Tanpa sadar, ada yg spesial dengan Ahad kita, nak. Kali pertama Allah pertemukan kita terletak di Ahad malam. Dan setiap Ahad datang, abi ikhtiarkan bersamamu. Rentetan tugas sebagai Amil di Dompet Dhuafa, hampir penuh di hari-hari biasa. Di hari-hari itu, abi hanya bisa titipkan cium kening diantara tidur pulasmu dgn pesona wajah peneduh diantara lelahnya kami. Sekali lagi, Abi siapkan Ahad bersamamu, nak !!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Time to Change

Fokus pada tujuan. Tujuannya terfokus pada manfaat. Manfaatnya tertuju fokus pada Ummat. Mungkin itu yang ada dalam kepala seorang Anies. Sebagai salah satu aktivis di jamannya. Anies bukan sendirian. Banyak sejawat yang sampe hari ini juga masih terus bergerak. Disaat beberapa rekan sejawat terus mengarus di jalur politik, Anies sibuk mengisi diri. Sekolah sampai Luar Negeri. Forum sana sini diikuti. Seminar lokal dan internasional dilakoni. Peserta aktif dan hadir dalam pembicara substantif.  Sebagai satu diantara dari banyak aktivis di jamannya, Anies memang agak aneh dan beda. Saat yang lain mengisi perjuangan di kursi² legislasi, Anies mengisi ruang grassroot mendirikan Indonesia mengajar. Dipaksa anak² muda menyaksikan anak indonesia yang tidak setara terhadap haknya. Agar mereka paham apa masalahnya, bukan melulu masalahnya apa. Salah seorang senior selalu berpesan, memahami masalah adalah setengah jalan untuk menyelesaikan masalah. Anies melakukan itu. Saat sebagian lainnya rek

Rumah Yang Membiru

Nampaknya belum hilang, memori saya beranjak dari kantor buncit awal Februari 2017 silam. Kampus hijau yang membuat saya "terlahir" untuk meneruskan perjuangan, sebagai seorang hamba. 7 tahun yang fantastis dalam fase kehidupan. =============================== Tok tok tok... "Mas Boy, ini laptop dan seluler beserta simcardnya ya. Login dan password sudah saya tuliskan di kertas kecil", ujar Human Resources (HR) Officer Yayasan Sayangi Tunas Cilik (sekarang Save The Children Indonesia). 7 Maret 2017. Satu bulan persis setelah meninggalkan rumah hijau. Setelah mbak HR pergi, saya membatin dalam hati. Keren sekali lembaga ini. Ini adalah poin pertama yang harus saya catat tentang pengelolaan Organisasi international. Cara sederhana lembaga memberi penghargaan kepada staf-nya. Bathin saya kemudian liar, nampaknya 3 tahun disini cukup. Dan saya catat satu per satu pelajaran baiknya sebelum nanti "pulang". 6 bulan kemudian saya tiba di Madrid, Spanyol. Padahal b

Gelanggang Ketenangan Duka Mas Helmi

Seusai membawa ambulans sendiri dari rumah sakit ke rumah duka untuk hantar Almarhum adik kandungnya, mas Helmi menyampaikan ada indikasi malpalraktek di RS daerah Jakarta, tempat adiknya dirawat selama 12 hari. Lembaga Bantuan Hukum Dompet Dhuafa sudah dikontak dan akan bantu advokasi kasus adiknya mas Helmi ini. Terlepas dari itu, Rumah duka ada di gang kecil. Ayahnya yg seorang pedagang buku dan madu sampaikan terima kasih kepada DD. Persepsi muncul saat saya diskusi kecil dengan ayahnya. Dugaan saya, banyak nilai2 filosofis yg ditanamkan kepada anak2nya. Kembali ke Mas Helmi, anak pertama dari empat bersaudara. Baru saja lulus tes magister di Universitas Indonesia. Beliau masuk ke Dompet Dhuafa sebagai Karyawan Project, Asisten Manager Kantor DD Cabang Pembantu Jakarta Utara dan Jakarta Pusat enam bulan lalu. Pagi ini membuat saya tertegun. Diantara huru hara harapan kenaikan gaji dikantor, ada syukur mendalam  bertemu orang seperti mas helmi. Sosok yg penuh kecukupan dan rasa s