Langsung ke konten utama

6 Tahun Untuk Setia

“Apa Motivasi anda daftar di Dompet Dhuafa mas?”, terlontar pertanyaan dari sosok dingin yang kini menjadi Presiden Direktur DD dalam situasi last interview Managaement Trainnee DD 2010. Dengan ringan kemudian saya jawab, “Awalnya saya Apply semua kode (MT) di JobsDB dan Jobstreet. Saya ndak faham apa itu Dompet Dhuafa, tapi ibu saya ngotot untuk saya hadir pagi ini pak. Mungkin karna Ibu saya sudah mengenal DD sejak semasa kerja dulu,” ujar saya.

Saya ingat sekali dalam situasi Interview tersebut sangat santai. Meski situasi tersebut adalah proses wawancara terakhir sebelum saya diangkat menjadi Management Trainnee DD. Ada suasana hangat diantara 3 sosok yang sangat ramah. Tiga sosok yang saya kagumi hingga hari ini. Ibu Rini - mantan Direktur Keuangan DD, Mas Arifin Purwakananta yang dulu Direktur Program dan kini Direktur Baznas, dan Pak Ahmad Juwaini yang kini menjadi Presiden Direktur DD.

Tiga hari sebelum prosesi simbolis kelulusan (Wisuda), saya dihubungi oleh Mbak Yuyun. Staf HRD Dompet Dhuafa yang kini mengikut suaminya tugas keluar kota. “Selamat ya mas, sampeyan lulus di Dompet Dhuafa. Diharapkan besok bisa hadir dalam trainning singkat selama 4 hari.” Sontak telfon dari mbak yuyun tersebut membuat saya bingung. Pasalnya, saya harus wisuda dalam tiga hari kedepan. Singkat cerita saya jelaskan kondisi dan Dompet Dhuafa dengan sangat tolerir membiarkan saya menyelesaikan prosesi wisuda terlebih dahulu.

Diluar bayangan, saya bekerja di Dompet Dhuafa. Lembaga yang entah kapan saya mengenalnya. Saya bekerja sebagai Amil, pekerjaan yang sama sekali tidak ada dalam catatan cita-cita saya. Saya bekerja di Ciputat, Tanggerang Selatan. Daerah yang sama sekali belum pernah saya injak sebelumnya.

Allah punya rencana temans. Dan kejutan belum usai sampai disitu. Tiga pekan saya masuk dan bekerja, Empat anak MT 2010 yang baru saja masuk tetiba diminta presentasi soal menjadi pimpinan Dompet Dhuafa HongKong. Termasuk didalamnya seorang saya. Dua  anak UI, satu teman dari Unsud. Entah Syukur apalagi yang bisa saya dustakan. Direksi mengamanahkan saya untuk berangkat, dengan misi yang  diketahui setelahnya adalah disiapkan menjadi pengganti Mas Abdul Ghofur, Pimpinan DD Hongkong yang sudah sangat ngehits disana. Sampailah anak kampung ini menginjak terminal International untuk kali pertama. Keterbatasan bahasa Inggris pun, membuat saya berdzikir kencang saat tiba di Hongkong International Airport. Ada cerita dimana imigrasi HK memang agak detail dalam prosesi wawancaranya.

40 hari disana membuat saya memaknai perjuangan Dompet Dhuafa sesungguhnya. Hanya memejamkan mata empat jam, sisanya dipakai untuk membantu dakwah dan advokasi Buruh Migran disana. Mas Ghofur sungguh mengajarkan saya akan itu. Dan semakin dalam mengenal Dompet Dhuafa.

Kembali dari Hongkong, tetiba saya dipindah kebagian Fundraising Corporate. Kelola hibah perusahaan, kerjasama kampanye dengan Brand, dan optimalkan dana CSR perusahaan mitra. Tiga tahun ada dalam posisi ini, keluar masuk gedung bertingkat di Jakarta, sampai dilecehkan satpam salah satu gedung di Sudirman.

Masuk tahun keempat, kemudian saya dipindah ke Divisi Infak. Kelola fundraising donasi non zakat dan wakaf. Managing apapun yang bisa menghasilkan dana infak, baik dari perusahaan maupun individu (retail). Mencari donasi sedekah baik dalam maupun luar negeri. Divisi ini juga yang mengantarkan saya bisa ke Jepang dan Qatar. Sungguh, (lagi) nikmat mana lagi yang mampu saya Dustakan?!. Diantara celotehan gaji kecil, benefit yang minim dari lembaga (katanya), ada makna lain yang mampu kami hirup dalam-dalam. Keberkahan hidup dan kelancaran segala urusan menjadi bukti atas janji Allah tersebut yang bernama BERKAH.

Berkah itu pula yang mengantarkan saya bertemu Ibundanya Raziq (anak pertama saya), salah seorang pegawai Perusahaan Sawit asal Malaysia yang cukup Oke kredibilitasnya. Dalam pertemuan singkat sesi wudhu sholat Dzuhur disalah satu gedung di kawasan Sudirman. Dengan bertitel sebagai AMIL, dan (katanya) bergaji kecil, Alhamdulillah istri saya menerima dengan apa adanya dengan kondisi ketulusan yang saya berikan. Hingga kini, Istri yang senantiasa menyiapkan handuk untuk saya mandi, menyiapkan piring saat saya lapar, dan ketulusa-ketulusan lain yang beliau berikan. Meski, (kalau boleh jujur nih) – dulu saat melamar gaji saya setengah dari gaji istri saya, ssssttttt.....

Segala Puji hanya Milik Allah, mengantarkan saya hingga sms tim Human Capital pagi tadi:

“Assalamualaikum. Selamat kepada Boy Mareta, Sampai hari ini telah bergabung dengan Dompet Dhuafa selama  6 Tahun.(HRD-DD)”



Terima kasih Dompet Dhuafa, atas kesetiaanmu. Meski hampir dulu aku mengkhianatimu J

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Time to Change

Fokus pada tujuan. Tujuannya terfokus pada manfaat. Manfaatnya tertuju fokus pada Ummat. Mungkin itu yang ada dalam kepala seorang Anies. Sebagai salah satu aktivis di jamannya. Anies bukan sendirian. Banyak sejawat yang sampe hari ini juga masih terus bergerak. Disaat beberapa rekan sejawat terus mengarus di jalur politik, Anies sibuk mengisi diri. Sekolah sampai Luar Negeri. Forum sana sini diikuti. Seminar lokal dan internasional dilakoni. Peserta aktif dan hadir dalam pembicara substantif.  Sebagai satu diantara dari banyak aktivis di jamannya, Anies memang agak aneh dan beda. Saat yang lain mengisi perjuangan di kursi² legislasi, Anies mengisi ruang grassroot mendirikan Indonesia mengajar. Dipaksa anak² muda menyaksikan anak indonesia yang tidak setara terhadap haknya. Agar mereka paham apa masalahnya, bukan melulu masalahnya apa. Salah seorang senior selalu berpesan, memahami masalah adalah setengah jalan untuk menyelesaikan masalah. Anies melakukan itu. Saat sebagian lainnya rek

Rumah Yang Membiru

Nampaknya belum hilang, memori saya beranjak dari kantor buncit awal Februari 2017 silam. Kampus hijau yang membuat saya "terlahir" untuk meneruskan perjuangan, sebagai seorang hamba. 7 tahun yang fantastis dalam fase kehidupan. =============================== Tok tok tok... "Mas Boy, ini laptop dan seluler beserta simcardnya ya. Login dan password sudah saya tuliskan di kertas kecil", ujar Human Resources (HR) Officer Yayasan Sayangi Tunas Cilik (sekarang Save The Children Indonesia). 7 Maret 2017. Satu bulan persis setelah meninggalkan rumah hijau. Setelah mbak HR pergi, saya membatin dalam hati. Keren sekali lembaga ini. Ini adalah poin pertama yang harus saya catat tentang pengelolaan Organisasi international. Cara sederhana lembaga memberi penghargaan kepada staf-nya. Bathin saya kemudian liar, nampaknya 3 tahun disini cukup. Dan saya catat satu per satu pelajaran baiknya sebelum nanti "pulang". 6 bulan kemudian saya tiba di Madrid, Spanyol. Padahal b

Gelanggang Ketenangan Duka Mas Helmi

Seusai membawa ambulans sendiri dari rumah sakit ke rumah duka untuk hantar Almarhum adik kandungnya, mas Helmi menyampaikan ada indikasi malpalraktek di RS daerah Jakarta, tempat adiknya dirawat selama 12 hari. Lembaga Bantuan Hukum Dompet Dhuafa sudah dikontak dan akan bantu advokasi kasus adiknya mas Helmi ini. Terlepas dari itu, Rumah duka ada di gang kecil. Ayahnya yg seorang pedagang buku dan madu sampaikan terima kasih kepada DD. Persepsi muncul saat saya diskusi kecil dengan ayahnya. Dugaan saya, banyak nilai2 filosofis yg ditanamkan kepada anak2nya. Kembali ke Mas Helmi, anak pertama dari empat bersaudara. Baru saja lulus tes magister di Universitas Indonesia. Beliau masuk ke Dompet Dhuafa sebagai Karyawan Project, Asisten Manager Kantor DD Cabang Pembantu Jakarta Utara dan Jakarta Pusat enam bulan lalu. Pagi ini membuat saya tertegun. Diantara huru hara harapan kenaikan gaji dikantor, ada syukur mendalam  bertemu orang seperti mas helmi. Sosok yg penuh kecukupan dan rasa s